Surabaya, areknews – Pembentukan Tim Sapu Bersih (Saber) Pungutan Liar (Pungli) Surabaya ternyata tidak sepengetahuan legislatif. Selain masalah kebijakan anggaran, Komisi A DPRD Surabaya mempertanyakan munculnya tim yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota No. 188.45/20/436.1.2/2017 yang terbit 9 Januari lalu.
“Kalau memang niatnya bersih-bersih ya harus transparan. Kita sampai sekarang tidak diberi tahu bagaimana kinerjanya dan bagaimana garis koordinasinya,” kata Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Budi Leksono, Selasa (31/1).
Selama ini, kata Budi, fungsi pengawasan juga sudah dilakukan oleh DPRD Surabaya terhadap kinerja Dinas. Karena itu pihaknya meminta kepada Pemkot Surabaya berkoordinasi siapa saja yang masuk tim dan bagaimana sistemnya.
“Selama ini kita turun ke lapangan untuk melakukan pengawasan juga. Kalau sekarang dibentuk tim khusus seharusnya dikoordinasikan siapa yang diawasi dan yang mengawasi,” kata politisi PDIP ini.
Senada, Wakil Ketua Komisi A, Adi Sutarwidjono juga mempertanyakan berapa besaran anggaran yang digunakan dan dari mana asalnya. Karena selama ini tak pernah ada nomenklatur anggaran khusus Tim Saber Pungli dalam APBD Kota Surabaya.
Ia memperkirakan, alokasi anggaran Tim Saber pungli menempel pada Unit yang ada di Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) masing-masing. “Setahu saya Komisi A, belum pernah bahas anggarannya. Kita akan evaluasi pembentukan dan alokasi anggaranya,” ungkapnya
Sementara itu, Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengaku yakin, bahwa dilingkungan pemerintah kota sudah tak ada lagi praktek pungutan liar (Pungli). Menurutnya selama ini seluruh proses perizinan dan dokumen kependudukan sudah menggunakan sistem Tehnologi Informasi (IT). Penggunaan sistem IT dilakukan hingga tingkat kelurahan.
“Di kelurahan sudah pakai on line, termasuk pembuatan akte waris,” terangnya, Rabu (1/2).
Dengan penggunaan sistem IT, akan memperkecil pertemuan antara petugas dengan orang yang mengajukan perizinan. Ia mengaku, bisa memantau seluruh proses perizinan yang berjalan, terutama di Unit Pelayanan terpadu Satu Atap (UPTSA) melalui kamera yang dipasang di tempat tersebut. “Kita evaluasinya pakai nomor, misal dimeja nomor 1, terima berkas berapa dan sebagainya,” ujarnya.
Risma juga mengaku hingga saat ini, pihaknya belum menganggarkan biaya operasionalnya. Meski, sesuai SK Walikota No. 188.45/20/436.1.2/2017 yang dibuat menyebutkan biaya pelaksanaan tugas Unit Satuan tugas dibebankan pada APBD kota. “Duitnya memang gak ada. Kalau hanya untuk makan dan minum bisa diambilkan di bagian Umum. Tapi nanti, coba kita lihat bagaimana,” Pungkasnya.xco