Surabaya, areknews – Sejumlah tokoh agama, seniman dan budayawan yang tergabung dalam Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) PCNU Kota Surabaya berziarah ke makam Seniman Luduruk, Cak Durasim, di makam umum Tembok, Jumat kemarin.
Lebih dari satu jam para peziarah itu sambang ke makam pemrakarsa
perkumpulan Ludruk Surabaya itu. Mereka membersihkan pusara, menaburkan bunga, membacakan yasin dan tahlil serta memanjatkan doa untuk tokoh seni Ludruk kelahiran Jombang tersebut.
“Kegiatan ini kami lakukan dalam rangka peringatan hari lahir Lesbumi ke-55. Sebagai lembaga di bidang seni dan budaya, kami ingin memberi penghormatan kepada Cak Durasim sebagai peletak dasar kesenian tradisional di kota ini. Selain ini, Senin (27/3) nanti kami juga akan menggelar acara pertunjukan seni di kantor PCNU,” ujar Ketua Lesbumi PCNU Kota Surabaya M Hasyim Asy’ari. Hasyim menjelaskan, kemajuan kesenian di Surabaya, terutama seni Ludruk tak lepas dari sosok Cak Durasim. Karena itu, Lesbumi sebagai wadah seniman dan budayawan mengaktualisasikan diri merasa perlu untuk melakukan penghormatan kepada almarhum. Selain sebagai bentuk penghormatan, kegiatan ziarah kemarin juga untuk mengingatkan kembali warga Surabaya atas jasa dan perjuangan Cak
Durasim selama hidup. Sebab, tak sedikit masyarakat Surabaya yang tahu keberadaan makam sekaligus perjuangan Cak Durasim semasa hidup. “Selama ini, orang mungkin mendengar namanya saja. Sebab, Cak Durasim sering dijadikan nama festival atau juga sebuah gedung pertunjukan. Tetapi, dari mana beliau, bagaimana sepak terjangnya, hingga di mana makamnya, kadang orang tidak tahu. Itu kenapa Lesbumi berziarah hari
ini,” tutur alummus IAIN Sunan Ampel (kini UINSA) ini. Lebih dari itu, Cak Durasim adalah teladan bagi para seniman dan budayawan di Lesbumi. Ini tak lain karena pribadi Cak Durasim yang begitu istimewa. Sebab, selain seorang seniman, dia juga nasionalis sejati. Dia tidak hanya istiqomah melestarikan kesenian, tradisi dan budaya bangsanya. Tetapi juga gigih mempertahankan tanah airnya.
“Nilai-nilai itu tergambar betul dari setiap pertunjukan seni Ludruk yang dia mainkan. Salah satu yang monumental adalah kidungan Cak Durasim berbunyi “Pagupon Omahe Doro. Melok Nipon Tambah Soro,” kritik ini disampaikan untuk menggambarkan betapa sengsaranya rakya Surabaya kala penjajahan Jepang,”ungkap Hasyim Gara-gara kritik tersebut, Cak Durasim, lanjut Hasyim diseret ke dalam penjara oleh tentara Jepang. Berdasarkan catatan sejarah, di dalam penjara itu pula Cak Durasim mengalami penyiksaan oleh tentara Jepang, hingga kemudian meninggal dunia setahun setelahnya. Itu sebabnya, bagi Lesbumi, Cak Durasim bukan hanya tokoh penting bagi kelestarian kesenian tradisional di Jawa Timur. Tetapi, dia juga menjadi bagian tak terpisahkan bagi perjuangan rakyat Surabaya kala
melawan penjajah Jepang puluhan tahun silam. “Pesan ini pula yang ingin kami disampaikan kepada masyarakat,”tuturnya.
Hasyim berharap, dengan meneladani sosok Cak Durasim, warga Surabaya
tidak melupakan seni, tradisi dan budaya yang pernah ada di Kota Pahlawan ini. Sebab, saat ini, kesenian-kesenian tradisional mulai terkikis oleh serbuan budaya asing yang masuk. Sementara itu, Seniman Ludruk Surabaya Cak Lupus menyambut gembira kegiatan ziarah Makam Cak Durasim tersebut. Sebab, bukan hanya misi spiritual saja yang bisa disampaikan. Tetapi juga semangat
nasionalisme dan pelestarian seni dan budaya tradisional. “Ini penting agar generasi kita paham sejarah. Sekaligus juga bisa meneladani tokoh-tokoh penting dan inspitarif seperti Cak Durasim,”tandasnya. Cak Lupus menyampaikan, kesenian ludruk yang dipopulerkan Cak Durasim sejatinya berasal dari pesantren. Kala itu masih bernama Lerok yang lazim dimainkan oleh para santri. Kesenian itu lantas berkembang ke tengah masyarakat tradisional menjadi seni Besut. Setelah itu berkembang menjadi Luduruk.xco