,

Tangkal Berita Hoax, Google Luncurkan Google News Lab

Jakarta, areknews – Beberapa tahun terakhir ini, keberadaan berita yang kebenarannya diragukan atau hoax sudah tak bisa dikendalikan lagi. Ditambah, mudahnya mengakses media sosial dengan teknologi ikut serta penyebaran berita hoax.

Akibatnya, ada pihak yang dirugikan atas penyebaran konten hoax tersebut. Tujuannya selain dari uang, juga menjatuhkan lawannya. Kondisi itu kemudian menarik perhatian Google untuk menciptakan teknologi baru melawan hoax atau klaim palsu yang berkembang pesat secara online

Adapun teknologi yang diciptakan Google ialah News Lab. Keberadaan News Lab untuk mendukung pembuatan dan distribusi informasi agar semua bisa mendapat seluruh informasi tentang apa yang terjadi di dunia saat ini.

Selain itu, latar belakang diciptakannya Google News Lab dikarenakan beberapa media resmi ikut mempublish kabar hoax. Oleh karenanya, Google di sini hadir untuk menyediakan perangkat, data, dan program yang dirancang untuk membantu menangkal konten hoax yang disebar orang yang tidak bertanggungjawab.

Untuk lebih mengenalkan Google News Lab, Google Indonesia memberikan pelatihan kepada ratusan wartawan dari berbagai wilayah di Indonesia. Pelatihan dilaksanakan di Emerald Room, 3rd floor Sheraton Grand Jakarta, pada Jumat 5 Mei 2017.

Hadir sebagai narasumber dalam acara yang berlangsung selama 5 jam tersebut ialah Irene Jay, Flip Prior (Journalist & Digital Media Strategist), dan Stephy Burnett (Australia Editor Storyful).

Selain memaparkan bagaimana membedakan konten hoax atau tidak, ketiga pemateri juga mengajak awak media memerangi berita hoax malalui bantuan beberapa tools yang dimiliki Google.

“Sekarang ini memasuki era yang sulit untuk membedakan mana berita yang benar dan berita yang palsu,” ujar Irene, wanita mantan Jurnalis ini.

Di kesempatan yang sama, Flip Prior menilai bahwa maraknya konten hoax itu bukan disebut sebagai fake news, melainkan ekosistem mis informasi. “Kami menyebut istilah itu karena banyak yang percaya dengan berita palsu yang disebar, baik itu isu agama dan politik. Meski orang itu tahu itu berita palsu, tapi masih tetap disebarkan,” terang Flip.

Kondisi lain yang menjadi masalah, kata Flip, ialah adanya website palsu menjelang pemilihan umum (Pemilu). Bukan di Indonesia saja, di negara lain bahkan kerap terjadi. Contohnya pernah dilakukan dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), yang menjadikan Donal Trump jado korban hoax.

“Website palsu menjadi masalah yang sangat besar utamanya jelang Pemliu. Tampak akun asli, tapi itu orang yang dibayar. Banyak orang yang tertipu. Foto atau video dimanipulasi dan mereka sudah tak peduli lagi dengan isi, yang penting mendapatkan keuntungan. Makanya Anda harus berhati-hati,” ujarnya.

Ada 7 jenis mis dan disinformasi, yaitu pertama satire atau parody. Dalam satire ini, tidak ada niat untuk merugikan namun berpotensi untuk mengelabui. Kedua konten yang menyesatkan, ketiga konten palsu, lalu empat adalah koneksi yang salah. Kelima konten yang salah, keenam konten tiruan, dan ketujuh konten yang dimanipulasi.

Untuk bisa membedakan palsu atau tidaknya suatu konten, Flip menyebutkan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Yaitu memperhatikan Bots, mengecek kebenaran website malalui pas atau tidaknya penempatan logo di website, dan bisa dicek siapa pendaftar website dengan who.is.com.

“Di who.is.com akan memberikan informasi siapa yang mendaftarkan website itu dan disitu juga tertera nomor telponnya. Kalau konten palsu disebar oleh akun media sosial, bisa di cek melalui Turnbackhoax.com, La Silla Whatsapp Detector, Turnbackhoax.com, YouTube DataViewer untuk melihat kebenaran foto, Snope.com, Izitru.com,
hingga Google reverse image search.

“Anda bisa crosscheck kebenaran suatu konten melalui tools dan aplikasi tersebut,” kata Flip.xco