Surabaya, areknews – Sidang lanjutan dalam perkara nomor 27/Pdt.Sus.PKPU/ 2017/PN-Niaga.SBY tentang permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Bank OCBC NISP Tbk terhadap PT. Karya Karang Asem Indah memasuki agenda sidang pengumpulan bukti – bukti dari para pihak. Melalui dua kuasa hukumnya Sugeng dan Rouf, SH, PT Karya Karang Asem Indah dihadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Anne Rudiana, SH. MH didampingi oleh dua hakim anggota Ari Jiwantara, SH. MH dan Sigit Sutriono, SH. MH menyampaikan bukti – bukti sanggahan terhadap gugatan dari pada pemohon OCBC NISP.
Menurut Rouf, sesuai Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU No. 37/2004) mengatur dua instrumen penting mengenai mekanisme penyelesaian utang piutang oleh debitur dan kreditur yakni, Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Syarat pengajuan permohonan kepailitan oleh kreditor diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 37/2004 yang mewajibkan pemenuhan dua unsur yakni, debitur mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditur dan debitur tidak membayar lunas sedikitnya 1 (Satu) utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. “Kondisi keuangan perusahaan masih bagus dan tetap menjalankan operasional dengan 46 karyawan yang masih bekerja saat ini,” ujarnya, Senin (18/9).
Selain itu, gugatan yang dilakukan oleh OCBC NISP dinilai tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Ini didasarkan Bank OCBC NISP tidak dapat membuktikan adanya kreditur lain yang menjadi salah satu syarat permohonan PKPU diterima. Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU itu adalah debitur memiliki lebih dari satu kreditur.
“Dalam persidangan, Bank OCBC NISP memang hanya melampirkan data – data dari BI Checking yang menunjukkan bahwa termohon juga memiliki utang kepada sejumlah bank lain,” ujarnya. Padahal, BI Checking boleh dilampirkan sebagai bukti, tetapi itu hanyalah bukti permulaan yang perlu didukung oleh bukti lainnya. Hal itu sesuai dengan Yurisprundensi Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa BI Checking perlu didukung alat bukti lainnya.
Persoalan BI Checking kata Rouf, tidak dapat dipergunakan sebagai bukti yang dapat berdiri sendiri untuk membuktikan adanya Kreditur Lain. Ini merujuk pada Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam Putusan No. 443 K/Pdt.Sus/2009 tanggal 28 Agustus 2009.
“Yurisprudensi tersebut termuat dalam putusan Mahkamah Agung No. 26/Pdt.Sus.PAILIT/2014/PN.NIAGA.JKT.Pst, di mana dalam pertimbangan hukumnya Majelis Hakim Agung menyatakan BI Checking yang diajukan sebagai surat bukti adanya kreditur lain tersebut hanya bernilai sebagai bukti permulaan, dan masih perlu didukung oleh bukti lainnya dari pemohon untuk mempertegas dan meyakinkan kebenaran kreditur lain dalam perkara,” pungkasnya.xco