Surabaya, areknews – Indonesian Civil Rights Watch (ICRW) mendesak Gubernur Jawa Timur membebaskan biaya pendidikan SMA/SMK, mengambil inisiatif dengan membuat payung hukum bagi kabupaten / kota yang berkeinginan memberikan bantuan dana bagi SMA/SMK di Jawa Timur serta menertibkan pungutan liar di lingkungan pendidikan yang memberatkan orang tua siswa.
Kepala Divisi Advokasi ICRW, Arif Budi Santoso, SIP, SH, menyatakan, bahwa akhir-akhir ini masyarakat tengah menunggu terealisasinya komitmen dan janji pemerintah provinsi untuk mewujudkan pendidikan yang murah dan berkualitas melalui pembahasan rancangan APBD Jawa Timur 2018 yang kini memasuki tahap akhir. “Kita akan melihat apakah pemerintah mampu memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen,” ujarnya, Rabu (8/11).
Arif mengatakan, alokasi anggaran itu merupakan amanat Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dan Pasal 9 ayat 1 UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Ia menegaskan, indicator riil keberpihakan pemerintah pada pendidikan yang murah dan berkualitas, salah satunya pada pembebasan biaya pendidikan SMA/SMK yang saat ini banyak dikeluhkan siswa dan orang tua siswa diberbagai kota/kabupaten di Jawa Timur
Alokasi APBD Jawa Timur 2016 untuk sektor Pendidikan hanya 1,7 persen atau sekitar 300,34 milyar saja dari seluruh total APBD Jatim , dan sangat jauh dari angka minimal 20 persen sesuai amanat UUD 1945. Rendahnya alokasi anggaran pendidikan di APBD Jatim juga akan membuka peluang bagi sekolah untuk melakukan berbagai pungutan pada siswa, yang pada akhirnya menyebabkan biaya sekolah yang tinggi dan berpotensi memicu tingginya angka putus sekolah.
2018 Dianggarkan 28 Miliar
Badan Anggaran DPRD Kota Surabaya bersama Tim Anggaran Pemkot Surabaya membahas plafon belanja APBD Tahun 2018. Salah satu yang menjadi pokok bahasan dalam rapat tersebut adalah pemberian alokasi anggaran untuk membantu siswa SMA SMK yang tidak mampu.
Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji mengatakan, permasalahan warga tidak mampu di jenjang SMA SMK ini tidak bisa disikapi dengan diam saja. Bagi warga yang tidak mampu harus tetap dibantu dengan intervensi dari APBD Pemkot Surabaya. “Ini sedang kita usulkan. Untuk memberikan bantuan pada 11.000 siswa miskin. Angkanya ketemunya sekitar Rp 28 miliar,” ujarnya.
Politisi PDIP ini menyebut, pihaknya sudah memikirkan terkait sistem penyaluran bantuan agar tidak menyalahi aturan. Yaitu dana APBD itu langsung disalurkan oleh Pemkot ke sekolah yang diberikan melalui rekening. “Yang menyalurkan nanti SKPD langsung ada dua SKPD nantinya menyalurkan yang saling terkait. Jadi bukan siswa menerima langsung tapi dinas yang membayarkan langsung ke sekolah,” jelasnya.
Tidak Mau Ikut ‘Permainan’ Dewan
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku belum ada rencana untu memberikan alokasi anggaran bagi siswa siswa SMA/SMK. Alasan utamanya karena pendidikan menengah atas sudah tidak ada dalam kewenangan pemkot. Jika itu dilakukan dikhawatirkan menimbulkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan maupun KPK.
Menurutnya, temuan tindakan korupsi bukan hanya dipicu oleh memperkaya diri sendiri. Melainkan bisa juga disebabkan karena kesalahan administrasi, oleh sebab itu risma lebih memilih untuk bersikap berhati-hati jangan sampai justru menimbulkan masalah di kemudian hari.
Bahkan, Risma sempat menuding ‘titipan’ anggaran DPRD Surabaya akan rawan gugatan hukum kepadanya. Alasan risma tidak menyetujui anggaran bansos karena sudah memiliki payung hukum di tingkat provinsi. “Nggak ada. Sudah tidak ada. Kamu ingin aku dipenjara tah?” tungkas Risma.xco