Surabaya, areknews – Pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terus digenjot. Terbaru, panitia khusus (pansus) KTR akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Konsultasi ini mengarah kepada sanksi terhadap pemerintah kabupaten/kota yang tidak menerapkan perda KTR. Sebab, penerapan peraturan daerah KTR merupakan amanah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109.
“Karena ada surat edaran dari Kemendgari nomor 440 tentang penerapan KTR, maka kita perlu konsultasi Kemendagri khususnya ke Bina Program Pembangunan daerah tentang sanksi apabila tidak menerapkan perda KTR,” ujar Ketua Pansus Junaedi, Senin (14/1). Politisi Partai Demokrat ini menjelaskan, selain ke Kemendagri juga akan melakukan konsultasi ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Materi konsultasinya cukup banyak. Selain soal sanksi, juga terkait dengan definisi dari KTR yang berjumlah delalapan. “Di Surabaya malah ada 9, ketambahan tempat lainnya, jadi dari masing-masing tempat KTR nanti kita konsultasikan supaya pansus memiliki persepsi yang sama,” jelasnya. Tak kalah penting, Junaedi akan mengkonsultasikan tentang durasi munculnya peraturan wali kota (Perwali) setelah perda KTR digedok.
Sebab, pernah ada kasus di Surabaya, perda digedok tapi perwali belum dibuat sampai berjalan lima bulan. Ketua Fraksi Demokrat ini menambahkan, mengacu pada Peraturan pemerintah nomor 105 dan Peraturan Menteri kesehatan, revisi perda yang sudah ada sejak tahun 2008 itu, ada penambahan wilayah KTR dari 5 menjadi 8 kawasan. Penambahan KTR di tempat kerja, tempat untuk dan tempat lainnya.
Junaedi menjelaskan, kalau revisi ini perlu dilakukan karena Surabaya belum melakukannya sesuai dengan Permenkes. Padahal sekitar 100 kabupaten dan kota dari 500 Kabupaten/kota yang disebut dalam amanah Undang-undang. Yang lebih penting menurut Junaidi adalah bagaimana penegakan Perda itu nantinya. “Jangan kemudian ada Perda, ada Perwalinya tapi penegakkan dilapangan nantinya tidak maksimal,” tandasnya.xco