Surabaya, areknews – Munculnya lima nama kandidat perempuan dalam bursa pencalonan Wali Kota Surabaya 2020 kian ramai diperbincangkan. Kelima nama itu diharapkan mampu menggantikan Wali Kota Surabaya dua periode Tri Rismaharini yang saat ini masih dalam perawatan intensif oleh Tim dokter RSUD Dr Soetomo.
Koordinator Penelitian Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Surabaya sekaligus sebagai pengamat komunikasi politik Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Suko Widodo memaparkan, ada lima nama perempuan yang berpotensi besar maju pada Pilwali kota Surabaya 2020 mendatang.
Kelima nama itu diantaranya, politisi PDIP Puti Guntur Soekarno, Anggota DPR RI dari Dapil Jatim I Surabaya-Sidoarjo (PDIP) Indah Kurnia yang juga mantan manajer Persebaya, Diah Katerina anggota legislator DPRD Surabaya dari Fraksi PDIP, dan Ratih Retnowati Ketua DPC partai Demokrat serta ada nama Anggota DPRD Kota Surabaya dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Reni Astuti.
“Kelima nama ini kalau saya analisis dari sisi media mempunyai kuantitas dan kualitas yang mumpuni dari intensitas komunikasi yang mereka bangun untuk memimpin kota Surabaya,” ujarnya, Jumat (28/6).
Secara organisasional ketiga kandidat calon dari PDIP yakni Puti Guntur Soekarno, Indah Kurnia dan Diah Katerina mempunyai kekuatan basis massa yang cukup besar di Surabaya. Karena ketiganya merupakan kader dari PDIP.
Yang mana lanjut Suko, pada Pileg 2019 yang lalu mendapatkan kursi terbanyak yaitu 15 kursi DPRD Kota Surabaya.
Beberapa Figur Potensial Masuk Bursa Pilwali
“PDIP memiliki mesin politik yang kuat di Surabaya. Karena itu kandidat dari PDIP punya peluang signifikan. Akan tetapi, relasi sosial dua kandidat PDIP kurang intensif. Karena lebih beraktivitas di Jakarta. Hanya Diah Katerina yang cukup signifikan relasi sosialnya, karena beliau beraktivitas di Surabaya, sebagai anggota legislator DPRD Surabaya,” bebernya.
PDIP bisa maju sendiri untuk mengusung calonnya karena sudah memenuhi syarat dengan perolehan 15 kursi. Namun demikian ucap Suko, kalau mereka tidak berkoalisi maka akan kesulitan dalam menjalakan roda pemerintahan, kalah dengan koalisi diluar PDIP.
Sedang nama Ratih belakangan sudah tidak muncul lagi namanya dari analisa sosial yang kami lakukan bersama teman-teman dalam 6 bulan terakhir ini,” tegasnya.
Berbeda dengan kandidat lainnya yaitu Reni Astuti. Menurutnya, Reni lebih memiliki basis relasi sosial yang cukup bagus dan basis sosial yang solid dikalangan grassroot (akar rumput, red).
Namun demikian kata Suko, yang menjadi masalah adalah PKS tidak mempunyai cukup kursi untuk mencalonkan kadernya di Kota Surabaya karena dalam Pileg 2019 hanya mendapatkan 5 kursi saja.
Sedangkan syarat minimal untuk mengusung pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota harus mempunyai minimal 10 kursi.
“Tentu partainya harus koalisi dengan partai lain. Tidak sebesar PDIP yang bisa maju sendiri. Tetapi Reni punya relasi sosial yang kental karena tingkat interaksinya dengan warga cukup intensif,” ujar dia.
Suko menambahkan, kalau kita melihat koalisi yang selama ini terbangun, koalisi yang paling mungkin terbentuk adalah dengan Gerindra. Kerena dua partai ini saat Pilpres kemaren selalu bergandengan mengusung Capres Prabowo – Sandi.
Partai Gerindra yang juga mendapatkan lima kursi juga akan menggenapi jumlah kursi minimal untuk mengusung Paslon Wali Kota-Wakil Wali Kota Surabaya.
“Ya idealnya koalisi yang akan terbangun antara PKS dan Gerindra, karena kimestrinya dapat atau bisa juga tambah koalisi dengan PAN,” kata Suko.
Jika tiga partai ini koalisi maka jumlah kursi 13 sebab PAN saa Pileg DPRD Kota Surabaya mendapat 3 kursi.xco