Surabaya, areknews – Satpol PP Kota Surabaya memberi batas waktu kepada para Pedagang Kaki Lima (PKL) Cokelat di Jalan Anggrek supaya membersihkan tempat usahanya paling lambat Rabu (25/9). Penegasan itu disampaikan Kasi Rantib Kecamatan Genteng, Rustam saat sosialisasi dengan para PKL di kantor Satpol PP Kota Surabaya, Kamis (19/9)
Turut hadir di sosialisasi itu antara lain, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surabaya, Dinas Perhubungan Kota Surabaya, Dinas PU Kota Surabaya dan Biro Hukum Pemkot Surabaya.
“Jalan itu akan direvitalisasi fungsinya sebagaimana mestinya sebagai jalan,” kata Rustam.
Menurut Rustam, penyempitan Jalan Anggrek karena keberadaan PKL di belakang Grand City membuat kemacetan lalu-lintas di pertigaan Jalan Slamet menuju viaduk.
“Normalisasi jalan nantinya akan dibarengi dengan normalisasi saluran air dan rambu-rambu jalan ditambah juga dengan lampu jalan,” jelasnya.
Rustam menambahkan, Pemkot Surabaya sudah menyediakan tempat relokasi di sentra kuliner sisi timur Kapas Krampung Plaza.
Koordinator Teknis Wilayah Utara Dinas Koperasi dan UMKM Surabaya Sugeng Wardaya dikesempatan yang sama mengatakan, pihaknya sudah menyediakan 50 stand di sentra kuliner itu. “Stand sudah berdiri dan siap. Tapi untuk menempati harus pedagang ber KTP Surabaya” jelasnya.
Sugeng menambahkan, pihaknya segera menyiapkan regulasi kalau pedagang sudah siap direlokasi. Menyikapi sosialisasi, para PKL Cokelat meminta perpanjangan batas waktu pembersihan stand.
Relokasi Sepi, Pedagang Belum Siap Pindah
Sementara itu, Ketua Paguyuban PKL Cokelat Zein mengatakan, saat ini para pedagang belum siap untuk pindah lokasi. Banyak yang harus dibicarakan terlebih dahulu, karena ini menyangkut pekerjaan untuk menghidupi keluarga.
“Di acara sosialisasi itu Satpol PP memaksakan kehendak, kami tidak diberi kesempatan untuk berkeluh kesah,” ujarnya.
Zein meminta waktu agar pedagang bisa siap-siap terlebih dahulu. “Setidaknya selesai event Jatim Fair yang digelar terakhir kali,” katanya.
Menurut Zein, pedagang masih perlu bermusyawarah terlebih dahulu. Apalagi sentra kuliner yang menjadi tempat relokasi para pedagang tidak representatif. “Tempatnya sepi dan jauh. Kami ingin tempat relokasi tidak jauh dari Grand City tempat kami sekarang,” pungkasnya.
Sedangkan, Doni Eko Wahyudi biro hukum PKL Cokelat menambahkan, menyikapi persoalan PKL seharusnya Pemkot Surabaya mengacu pada Perda nomor 9 Tahun 2014, tentang penyedian ruang PKL bagi pertokoan dan perkantoran. “Tapi sampai sekarang Pemkot Surabaya tidak menjalankan Perda itu,” tegasnya.xco