,

Bahas RAPBD 2020, Komisi A Minta Alokasi Dana Kelurahan Direvisi

Surabaya, areknews – Komisi A DPRD Kota Surabaya berencana menunda pembahasan RAPBD tahun 2020. Penundaan ini diakibatkan adanya beberapa hal yang perlu dibenahi soal alokasi anggaran dana kelurahan yang berpotensi bermasalah di ranah hukum.

Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya Camelia Habiba menilai, RAPBD soal dana kelurahan yang disodorkan Pemkot Surabaya diduga akan tidak tepat sasaran.

“Di dalamnya itu masih ditemukan beberapa instrumen hasil musrenbang itu ternyata masih banyak pengadaan terop, pengadaan kursi, perangkat-perangkat yang dibagikan ke RW,” ujarnya saat ditemui usai hearing RAPBD di Gedung DPRD Kota Surabaya.

Menurut Habiba, dengan adanya pengadaan itu diperlukan kajian hukum yang komperhensif untuk menentukan bagaimana status hukum barang hasil dana kelurahan. Apakah nantinya barang hasil pengadaan itu akan sepenuhnya menjadi aset RW, atau RW hanya memiliki hak pinjam dan pakai atau menjadi aset Pemkot.

Dalam hearing itu, Habiba sempat meminta penjelasan kepada pihak Kecamatan dan Bappeko, namun ia tidak mendapat penjelasan yang cukup jelas soal dasar hukum masalah ini.

“Sehingga Komisi A meng cut off pembahasan dan akan melanjutkan besok, sehingga besok yang seharusnya memberikan laporan ke Banggar dan Banmus ini kita meminta molor satu atau dua hari untuk menyelesaikan, daripada memaksakan tapi berdampak hukum di masyarakat,” katanya.

Seharusnya alokasi anggaran dana kelurahan yang berjumlah sekitar Rp 350 juta per RW pertahun bertujuan untuk pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan SDM.

Namun dengan adanya penganggaran untuk terop dan kursi yang memiliki porsi cukup besar akan didapati kerancuan.

Mengingat seharusnya yang mengadakan hal itu adalah pemerintah baik di tingkat kelurahan maupun kecamatan di bagian perlengkapan yang notabene menangani masalah belanja program dan bukan di tingkat RW.

Hal ini pun dikhawatirkan Komisi A yang membidangi masalah pemerintahan akan masuk dalam kategori hibah yang dilegalkan menjadi belanja program.

Habiba juga menyoroti adanya semangat yang tidak tepat sasaran dalam pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan SDM dengan adanya pengadaan terop ini. Mengingat menurutnya tidak ada korelasi yang baik dalam hal infrastruktur dan SDM.

“Tadi kita masih buka satu kecamatan kenjeran, tadi itu lebih banyak belanjanya pengadaan barang seperti terop dan lain sebagainya,” katanya.

“Kita tidak mau warga kita yang tujuannya adalah memberikan fasilitas servis yang bagus tapi caranya gak benar, nanti masyarakat lagi yang jadi korban,” tambahnya.

Ia berencana untuk menunggu penjelasan dari bagian hukum Pemkot Surabaya untuk memberikan landasan hukum dan memanggil pihak kejaksaan untuk meminta pendapat untuk menghilangkan resiko bermasalah dengan hukum.

Dalam hearing ini dihadiri pihak Bappeko, bidang Keuangan Pemkot, bidang bina program Pemkot, dan Camat Kenjeran.xco