Surabaya, areknews – Tahun ini merupakan tahun kedua program OPOP Jatim ikut dalam gelaran Jatim Fair 2020. Ditengah pandemi Covid-19, OPOP Jatim mengikuti adaptasi promosi dalam dua pola yakni, mengikuti pameran secara offline dan juga secara online melalui marketplace.
“Secara offline kami menghadirkan produk-produk dari pesantren seperti kopi, aneka makanan ringan, mangga, dan konveksi. Dalam pameran kali ini kami menghadirkan produk yang sudah lolos kurasi yang difasilitasi Biro Perekonomian Pemprov Jatim, serta Dinas Koperasi dan UMKM Jatim,” jelas Muhammad Ghofirin Sekjen OPOP (One Pesantren One Product) Jawa Timur, saat ditemui di Paviliun OPOP Jatim, Kamis, (22/10).
Dari kurasi itu katanya, ada puluhan pesantren dan puluhan alumni pesantren yang menjalani penilaian. “Di Biro Perekonomian ada 6 pesantren yang kita hadirkan dan di Dinas Koperasi dan UMKM ada 7 pesantren beserta alumninya. Karena OPOP itu sendiri merupakan program unggulan dari Pemprov Jatim, merupakan program peningkatan kesejahteraan masyarakat berbasis pondok pesantren,” jelasnya.
Muhammad Ghofirin melanjutkan, ada tiga program pemberdayaan yang dilakukan yakni pemberdayaan santri melalui santripreneur, pemberdayaan pondok pesantren melalui pesantrenpreneur dan pemberdayaan alumninya melalui sosiopreneur.
“Tiga program ini kita sering menyebutnya dengan tiga pilar, pesantren betul-betul berdaya. Sehingga jika pesantrennya bisa berdaya secara ekonomi, maka madyarakatnya akan sejahtera,” ungkapnya.
Pesantren di Jawa Timur sendiri ada 6 ribu, dari jumlah ini selama lima tahun hingga 2023 nanti ditarget ada 1.000 pesantren binaan dengan 1.000 produk. “Sampai saat ini sudah 350 pesantren yang dibina. Hingga nanti 1.000 pesantren, ini yang kita harapkan lahir produk yang unggul,” tegasnya.
Berhasil Kembangkan Abon Lele
Pesantren Baitus Surur Berhasil Kembangkan Budidaya Lele dan Abon Lele di tangan Choirul Wahyudi, pengasuhPondok Pesantren Baitus Surur, Ia bersama keluarga besarnya mengolah pembibitan lele hingga membuat produk turunannya, abon lele dan abon tulang lele.
“Alhamdulillah guru pembimbing RAdan MI terlibat, dan dari sinilah upah guru diterima,” ungkapnya.
Dia menambahkan, bibit lele yang disiapkan dalam kolam berdiameter empat meter tersebut didapatkan dari berbagai kalangan. “Tapi untuk menjadikan bahan lele terbaik, kami siapkan pakan yang terbaik dari fermentasi,” tambahnya.
Ukuran syarat kelayakan sebagai bahan pokok abon, tentu yang telah terpilih, yakni memiliki ukuran tertentu. “Ukuruan dari perkilo 7 hingga 6,” tuturnya. Setelah dirasa pas dengan ukuran, lele yang telah terpilih, selanjutnya dilakukan proses filet guna memisahkan daging dengan tulangnya.
“Lalu kita kukus dan dicampur dengan rempah rempah yang telah disiapkan lalu masuk mesin hingga dilakukan pengeringan,” imbuhnya. Dalam sehari, dirinya mampu memproduksi lele segar seberat 20 kilogram, dan menghasilkan sebanyak 4 kilogram abon.
“Artinya dari lele 1 kilogram, dapat menghasilkan 200 gram abon siap edar,” jelasnya. Setelah siap dikonsumsi, lanjut pria yang aktif di Nahdlatul Ulama Mojokerto ini menjelaskan, usai dikemas dengan branding “Abon Lele Yu Kaji” pemasarannya pun sementara ini hanya melalui sistem online yakni dengan memanfaatkan sosial media.
“Alhamdulilah kemarin kami sudah audensi, kita pasarkan dalam toko NU Mart dan tempat-tempat wisata,” terangnya. Kini, produk yang telah beredar dipasaran akan menjalani kerja sama dengan UPN Surabaya untuk menjadi inkubatornya. “Insya Allah kami juga akan ikut ke kementrian industrian, untuk mengangkat produk menjadi spesial,” pungkasnya.xco