Surabaya, areknews – Izin Usaha Pengelolaan Pasar Rakyat (IUP2R) yang diterbitkan Pemkot Surabaya melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) untuk PT Nampi Kawan Baru, yang menempati bekas penjara Koblen berbuntut panjang.
Izin pasar tersebut berada di eks Penjara Koblen yang masuk kategori cagar budaya tipe C. Penjara Koblen yang berdiri di wilayah utara Surabaya itu memiliki nilai historis, sama seperti Penjara Kalisosok yang dibangun di masa kolonial.
Di tempat itu, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari pernah ditahan selama tiga bulan. Pendiri Sampoerna, Liem Seeng Tee juga pernah ditahan di penjara yang dibangun pada 1930 itu.
Komisi B DPRD Surabaya terpaksa memanggil PT Nampi Kawan Baru dan pihak Disperindag untuk menjelaskan persoalan tersebut melalui hearing, Rabu (24/3). Namun, sangat disayangkan pihak dari cagar budaya tidak bisa hadir.
“Kita undang PT Nampi Kawan Baru untuk mendengarkan penjelasan tentang master plan dari pihak pengelola terkait pendirian pasar, sayang pihak dari cagar budaya tidak hadir,” ujar Ketua Komisi B, Luthfiyah saat memimpin hearing.
Menurut politikus perempuan dari Partai Gerindra tersebut, hearing hari ini merupakan yang ketiga digelar sejak IUP2R Nomor 503/01.O/436.7.21/2021 dikeluarkan Pemkot Surabaya untuk pengelolaan pasar buah di eks Penjara Koblen pada 14 Januari 2021 yang lalu.
“Dengan keluarnya IUP2R ini, pihak dewan tidak mungkin mencabut izin yang sudah keluar, meski melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya,” katanya.
Komisi B DPRD Tawarkan ‘Jalan Tengah’
Dalam UU tersebut, pada Pasal 85 ayat 1 menyatakan: Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.
Sementara izin yang diterbitkan Pemkot berpegang pada Pasal 78 ayat 3 di UU yang sama, yakni pengembangan cagar budaya dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi, yang hasilnya digunakan untuk pemeliharaan cagar budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dengan adanya perbedaan paham ini, Komisi B DPRD Surabaya menawarkan win-win solution, yakni PT Nampi Kawan Baru tetap bisa mengelola Pasar Koblen, tapi harus merubah master plannya dari pasar buah menjadi pasar pariwisata. “Harus diubah karena tidak sesuai dengan tujuan utamanya, yaitu pasar wisata,” jelasnya.
Sementara Legal Coorporate PT Nampi Kawan Baru, Peter Susilo usai mendengar paparan anggota dewan, mengaku akan segera memenuhi permintaan tersebut.
“Kita akan memenuhi permintaan dari DPRD Kota Surabaya untuk mengubah master plan sehingga bisa menarik para wisatawan datang. Datang berwisata sambil berbelanja serta kita tidak akan pernah ada itikad menghilangkan unsur cagar budaya tersebut,” pungkas Peter.xco