Surabaya, areknews – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan bahwa PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dan PT. Telekomunikasi Seluler tidak terbukti melanggar Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam perkara Dugaan Praktek Diskriminasi PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dan PT Telekomunikasi
Seluler terhadap Netflix terkait Penyediaan Layanan Akses Internet Provider.
Kesimpulan tersebut disampaikan dalam Sidang Majelis Pembacaan Putusan yang dilakukan di Kantor Pusat KPPU dan secara daring pada 29 April 2021. Perkara ini berawal dari penelitian inisiatif seiring dengan temuan yang mengemuka di publik terkait pemblokiran akses pelanggan berbagai jaringan yang dimiliki PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TELKOM) dan PT
Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) dalam mengakses konten Netflix sejak tahun 2016 hingga akhir 2018.
Temuan tersebut dilanjutkan ke tahapan penyelidikan dan persidangan dengan Nomor Perkara No. 08/KPPU-I/2020 tentang Dugaan Praktek Diskriminasi PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dan PT Telekomunikasi
Seluler terhadap Netflix terkait Penyediaan Layanan Akses Internet Provider.
Pada proses persidangan, Majelis Komisi menemukan bahwa memang telah terjadi perilaku pemblokiran atau penutupan akses internet untuk layanan Netflix oleh para Terlapor, dimana TELKOM melakukan pemblokiran di jaringan tetap (Fixed
Broadband) dan TELKOMSEL melakukan pemblokiran pada jaringan bergerak
(Mobile Broadband). Dalam hal tersebut, Majelis Komisi menyimpulkan bahwa telah terjadi perlakuan berbeda atau diskriminasi oleh para Terlapor antara Netflix dengan penyedia Subscription Based Video On Demand (SVOD) lain.
Namun demikian, Majelis Komisi juga menemukan bahwa pemblokiran tersebut tidak mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Hal ini mengingat ditemukannya berbagai bukti, antara lain bahwa, tindakan tersebut dilakukan untuk menghindarkan dari kemungkinan dikenakan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016, tidak adanya kerugian yang dialami
Netflix, dan konsumen masih bisa memiliki pilihan untuk melihat layanan Netflix melalui penyedia lainnya.
Memperhatikan berbagai fakta, penilaian, analisis, dan kesimpulan pada masa persidangan, maka Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dan PT Telekomunikasi Seluler tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf “d” Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Lebih lanjut, Majelis Komisi memberi rekomendasi kepada Komisi untuk memberikan saran pertimbangan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membuat regulasi atau peraturan mengenai Over The Top yang antara lain
meliputi Advertising-Based Video on Demand (AVOD), Transactional Video On Demand (TVOD), dan Subscription Based Video On Demand (SVOD), mengingat hingga saat ini belum ada aturan mengenai Over The Top padahal menggunakan
infrastruktur jaringan Internet Service Provider (ISP) dan terus tumbuh secara signifikan.
Termasuk didalamnya mengenai aturan pemblokiran dan situs internet bermuatan negatif, serta membuat aturan terkait hal-hal yang harus dipatuhi dalam kerja sama antara Pelaku Usaha ISP dengan Pelaku Usaha Over The Top karena
selain terkait aspek privat (business to business) terdapat juga aspek publik.xco