Surabaya, areknews – Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi B DPRD Kota Surabaya dengan Perusahaan Daerah Rumah Pemotongan Hewan (PD RPH) dan beberapa instansi terkait Kota Surabaya menghasilkan titik temu bahwa sudah saatnya Pemerintah Kota Surabaya memiliki peraturan daerah (perda) terbaru. Hal itu untuk memberikan ruang kepada RPH agar berkembang menjadi lebih baik dan menghasilkan deviden sebagai salah satu sumbee penghasilan asli daerah (PAD).
Menurut Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya, Hj. Luthfiyah bahwa pada dasarnya pihaknya setuju dengan usulan RPH terkait apapun, asalkan laporan kemajuannya jelas dan berkembang menjadi lebih baik. Contoh, PD RPH ini hingga saat ini belum menghasilkan deviden.
“Bahwa kami Komisi B sudah mengajukan Perda inisiatif sekitar 2 tahun lalu. Untuk merubah perda lama tentang BUMD, khususnya tentang RPH. Karena perda yang dipakai sekarang itu sudah expired,” ujarnya, Senin (5/9) saat ditemui di ruang Komisi B DPRD Kota Surabaya.
Luthfiyah menyampaikan salah satu contohnya adalah tentang tarif penyembelihan per sekor sapi itu cuma Rp 50.000 jauh sekali dari perkembanganharga saat ni.
“Jadi RPH ini meskipun memiliki aset orang yang cerdas, inovatif dan kreatif. Namun secara aturan tidak mendukung. Akhirnya, ya tetap stagnan. Makanya sudah sejak lama kita sampaikan aturan baru demi berkembangnya PD RPH ini,” paparnya.
Ditanya lebih lanjut kenapa usulan peeda injsiatif itu tak segera diwujudkan, Luthfiyah menyatakan bahwa dirinya saat ini bukan anggota Badan Pembuat Perda (BPP) ataupun Badan Musyawarah (Bamus).
“Sehingga saya lebih banyak menunggu. Untuk itu kami menekankan agar raperda inisiatif yang pernah kita ajukan segera diselesaikan. Kami justru kasihan kepada RPH sendiri. Dengan tarif pemotongan sapi yang RP 50.000, itu tak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengerjaannya. Buat mengatasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) saja itu tidak cukup, belum kebutuhan operasional lainnya,” jelas Luthfiyah.
Legislator perempuan asal Fraksi Partai Gerindra ini menjabarkan bahwa dalam perda inisiatif yang diusulkan, didalamnya juga mengatur pengembangan usaha bagi RPH sendiri. Asalkan tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
“Harapan kami, apa yang bisa dikembangkan. Misalnya disini selain menaikkan tarif pemotongan sapi, juga bisa beekembang untuk pemotongan unggas, itu kan bagus. Sayangnya, aturannya belum ada,” tegas Luthfiyah.
Disinggung usulan Direktur RPH yang mengajukan penyertaan modal, Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya ini menyatakan bahwa dirinya bukan pada posisi mendukung atau tudak mendukung. Tetapi Luthfiyah menyebutkan pada setiap rapat yang membahas APBD, RPH ini belum memberikan deviden.
“Kalau selama ini belum ada deviden lalu ada usulan penyertaan modal, saya tidak tahu. Nanti yang menyetujui pertama adalah Walikota. Lalu harus mendapatkan persetujuan dewan. Nah, nanti akan kita lihat. Pertama dalam perencanaannya harus bisa menguntungkan. Saya harus tahu betul peeencanaannya seperti apa,” tegasnya.xco