Surabaya, areknews – Judes Indonesia kembali menggelar diskusi “Obral-Obrol” kali ke tiga dengan tema “Pungli, Tradisi dan Semangat Anti Korupsi” di ruang presroom gedung DPRD Kota Surabaya, Kamis (2/3).
Kegiatan Obral-Obrol inspirasi, diskusi dan solusi menghadirkan sejumlah nara sumber diantaranya, Sekretaris Komisi A DPRD Kota Surabaya Budi Leksono, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Herlina Harsono Njoto dan Siti Lailatus Sofie S, M.SOSIO Dosen Sosiologi Universitas W. R Soepratman.
Dalam diskusi yang disiarkan melalui live streaming you tube Judes Indonesia ini, Budi Leksono menyampaikan bahwa tradisi pungli di manapun masih ada, meski upaya memberantas pungli terus dilakukan secara maksimal.
“Contoh Wali Kota Surabaya Eri saat ini sudah memberi sanksi yang sangat keras terhadap jajarannya yang terbukti melakukan pelanggaran,” ujarnya.
Tentu dari lembaga DPRD Kota Surabaya, kata Budi, terus melakukan pengawasan dari sisi regulasi maupun sistem pelayanan yang sekiranya rawan terjadi pungli.
“Tentunya kita harus bersama-sama untuk memerangi tradisi pungli. Disisi lain pungli terjadi bisa diberbagai sudut dimana itu kalau ada pengurusan domisili, perizinan serta pengurusan lainnya lewat jalur tol. Jadi selain meminimalisir pungli juga kesadaran masyarakat turut membantunya,” tambahnya.
Legislator yang akrab disapa Haji Buleks ini juga mengungkapkan disisi lain Pemkot Surabaya sudah melakukan urbanisasi yaitu pelayanan hingga di tingkat bawah maupun secara luas sudah menggunakan sistem online yang harus kita dukung.
“Bahkan sekarang sampai urusan kecil seperti KTP di tingkat RT/RW sudah memiliki aplikasi online. Sehingga kami meminta agar pengurusan pengurusan domisili lebih dipermudah. Apalagi banyak sekali warga di Surabaya Timur status tempat tinggalnya sewa. Saya rasa bukti sewa dengan notaris dilampirkan itu sudah cukup memenuhi syarat untuk domisili untuk mempermudah warga,” ungkap dia.
Sementara itu, Siti Lailatus Sofie S, M.SOSIO Dosen Sosiologi Universitas W. R Soepratman sangat mengapresiasi kegiatan diskusi rutin yang digagas Judes Indonesia. Sebab dalam diskusi positif ini sangat membantu dan memberikan edukasi positif bagi warga Surabaya.
“Kegiatan sangat bagus, karena salah satu upaya jurnalis melakukan proses pengawalan partisipasi masyarakat bersama-sama. Sehingga perlu diskusi kajian yang dibutuhkan masyarakat,” ungkap dosen sosiologi ini.
Bu Sofie sapaan akrabnya menjelaskan topik pungli serta tradisi yang lagi hangat-hangatnya terjadi di mana-mana. Sebetulnya masyarakat sekarang partisipasinya lebih tinggi dan memiliki keberanian melakukan proses pengawalan transformasi sosail bersama-sama.
“Dirinya mengakui bahwa tradisi pungli ini fenomena lazim masih terjadi di berbagai pelayanan masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, fenomena tradisi pungli ini merupakan penyakit suka-suka kambuh seperti sirklus sosial fenomena. Bahkan sudah banyak informasi disampaikan media-media Walikota sudah melakukan upaya-upaya yang sangat tegas begitu juga legislatif yang mengawal regulasi-regulasi pemerintah bisa terlaksana dengan baik.
“Bagaimana keberadaan dalam kontek tradisi pungli ini perlu adanya partisipasi masyarakat untuk menciptakan pemerintah good goverment yakni transparasi dan kejujuran. Salah satunya kunci untuk menekan tradisi pungli partisipasi berjemaah masyarakat yang sangan berperan memberikan edukasi,” tuturnya.
Menurutnya, dalam praktek sosial memiliki kategori kebiasaan atau tradisi lazim di masyarakat tidak bagus harus di perbaiki bersama secara perlahan.
“Tradisi pungli yang formal maupun tidak formal terjadi tidak serta merta berjalan sendiri tanpa ada arena atau bisa dimainkan berbagai pihak yang berkepentingan dimana servis sosial ataupun transaksi itu bisa terjadi. Jadi kembali lagi dibutuhkan peran kesadaran sosial masyarakat memberikan edukasi bersama,” ungkapnya.
Menanggapi keluhan warga Surabaya mengeluh tarikan-tarikan masih terjadi di dunia pendidikan. Herlina Harsono anggota Komisi D Bidang kesra DPRD Kota Surabaya menyampaikan bahwa tradisi pungli banyak terjadi dilingkungan aparatur pemerintahan yang seharusnya pelindung pengayom masyarakat.
“Sebenarnya tradisi pungli tidak hanya di dunia pendidikan saja di mana-mana juga banyak. Misalkan di pendidikan, pembangunan, ekonomi, pajak dan lainnya. Apalagi terbitnya regulasi pemerintahan berada di komisi lain yang membidangi melakukan pengawasan,” ungkapnya.
Mengapa dunia pendidikan menjadi sorotan partisipasi masyarakat. Menurutnya, ada penerimaan siswa baru setiap tahun.
“Apakah kegiatan sekolah negeri bisa dianggap gratis, tidak serta merta seperti itu. Kalau siswanya kategori keluarga mampu maka harus dipisahkan sendiri, jika siswa betul-betul terbukti keluarga tidak mampu sesuai kriteria barulah diberi seragam gratis,” ungkap dia.
Herlina mengungkapkan, kegiatan sekolah negeri tidak ada tarikan maupun pungutan di sekolah. Jika ada itu bisa dipastikan dilakukan oleh oknum di sekolahan.
“Tarikan uang di sekolah itu biasanya wujud dari ide kelompok siswa ingin melakukan kegiatan tidak wajib. Namun disisi lain oknum-oknum dari sekolah memanfaatkan dan mewajibkan siswanya harus mengikuti kegiatan dan wajib membayar iuran siswa tersebut,” kata dia.
Lanjutnya, bahwa dipastikan Dinas Pendidikan Surabaya tidak memiliki anggaran kegiatan tambahan yang digagas wali murid maupun siswa. “Maka saya berharap peran wali murid serta masyarakat juga ikut memerangi tradisi pungli yang terjadi di dunia pendidikan. Tujuannya dinas pendidikan sudah mempermudah dan gratis untuk sekolah negeri di Surabaya jangalah dipersulit,” pungkasnya.xco