Surabaya, areknews – Sejatinya Pemkot Surabaya sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12/2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya 2014-2034, yang sampai saat ini masih berlaku. Hanya saja, pemkot berencana melakukan perubahan RTRW 2023-2042 melalui pembahasan Raperda.
Rencana perubahan itu mendapat sorotan Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya dari Fraksi PKS, Reni Astuti. “Memang boleh melakukan perubahan RTRW, tapi tidak wajib. Hanya saja dari Pemerintah Pusat dengan adanya perubahan -perubahan dan dinamika yang ada menyarankan ada penyesuaian. Pemprov Jatim saat ini juga melakukan pembahasan perubahan. Otomatis menjadikan Pemkot Surabaya juga ikut melakukan penyesuaian,” beber dia.
Reni Astuti menjelaskan, dalam kurun waktu 10 tahun kan banyak terjadi perubahan-perubahan. Apalagi, di RTRW itu kan sangat detail sekali. Termasuk masalah bagaimana ruang transportasi itu ada di RT-RW.
Ditanya soal Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) saat ini masuk zona apa? Reni Astuti mengatakan untuk macam macam. Selain sebagai lahan konservasi juga tempat permukiman/perumahan. Tapi ada keluhan dari warga masyarakat yang tak bisa menggunakan asetnya karena di sana masuk zona hijau.
“Persoalan ini yang mengemuka dan tersampaikan ke Pemkot Surabaya. Solusinya? Ya tentu harus menggunakan berbagai aspek dan pertimbangan. Karena kalau bicara soal RTRW, itu bagaimana kota ini menjadi kota yang aman, berkembang, dan seimbang. Artinya, kemajuan kita di antaranya tidak boleh ada kerusakan lingkungan dan lain-lain,” jelas dia.
Hal senada disampaikan dari anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Imam Syafi’i. Menurut dia, perubahan RTRW harus dicermati betul karena sebenarnya hal itu tidak wajib dilakukan oleh Pemkot Surabaya. Meski ada surat dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) diperbolehkan direvisi setiap lima tahun sekali.
“Boleh itu kan tidak wajib. Maksud saya perubahan ini harus dijaga betul dan dipelototi. Ini untuk kepentingan siapa? Jangan-jangan untuk kepentingan penguasa. Yang jelas, masyarakat jangan sampai dirugikan,” kata Imam Syafi’i, Senin (14/8).
Bayangkan, Pemkot Surabaya sudah telanjur membuat blueprint RTRW sampai dengan 20 tahun ke depan. Namun tiba-tiba separuh RTRW sudah direview. Tapi alasannya belum jelas. “Kata temen-temen pemkot banyak zona-zona yang berubah. Misalnya dari hijau menjadi merah. Makanya saya titip kepada temen-temen dewan di pansus untuk mencermati ini,” ungkap dia.
Soal rencana Pemkot Surabaya merevisi RTRW, Imam mengaku tidak memahami alasan tersebut. Karena sejauh ini banyak tata ruang yang masih penting untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. “Misalnya di kawasan pesisir. Dulu ditentukan akibatnya pesisir dengan jarak sekian mau dipakai atau diubah menjadi mangrove. Sehingga banyak warga yang menjual lahan atau tanah dengan harga murah. Bahkan, tak laku karena takut dibeli pemerintah dengan alasan untuk konservasi,” terang dia
Karena itu, dia menegaskan jangan sampai perubahan tersebut justru terkesan menjadi alat untuk menyandera lahan warga. Lantaran setelah ditetapkan sebagai lahan konservasi dalam RTRW, lahan seperti di Pamurbaya tidak boleh difungsikan sembarangan.
Hanya boleh sebagai lahan terbuka, tidak boleh dialihkan menjadi rumah atau bangunan lainnya.
Ini tentu merugikan masyarakat secara ekonomi. Meski demikian secara prinsip, politisi Partai NasDem ini setuju adanya perubahan RTRW tersebut. “Prinsipnya kami setuju perubahan RTRW, tapi harus jadi lebih baik dan memberi manfaat bagi masyarakat,” tegas dia.
Sementara itu Sekda Kota Surabaya, Ikhsan menjelaskan bahwa Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi telah mengajukan permohonan untuk mendapatkan kesepakatan atas RTRW tahun 2023-2042 untuk kemudian ditindaklanjuti oleh DPRD. “Kami masih mengangkat dan membahas itu dengan asisten wali kota juga. Termasuk penguatannya sampai 2042. Kami hanya mengusulkan saja untuk dibuat Perda RTRW baru,” kata Ikhsan.xco