Surabaya, areknews – Desakan DPRD kepada satpol PP untuk segera menutup paksa lima toko swalayan bermasalah akhirnya berbuah manis. Kelima toko swalayan yang berhasil ditutup tersebut adalah Alfamart no : 188410335 yang berada di Jalan Prof Moestopo No. 117 Surabaya. Kedua adalah Alfamart no : 188410336 di Jalan. Dr. Moestopo Modjo Surabaya, ketiga adalah Alfamidi no : 188410337 di Jalan Banyu Urip no 151 Surabaya, keempat adalah Alfamidi no : 188410338 di Jalan Dukuh Kupang Barat no 25 dan kelima adalah Alfamidi no : 188410339 Jalan Simo Jawar No.55 Surabaya.
Penutupan paksa ini berdasarkan rekomendasi bantuan penertiban (Bantib) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) yang dikeluarkan pada 10 Januari 2017. “Seharusnya sudah ditutup bulan Januari lalu. Namun, hal itu tidak kunjung dilaksanakan hingga mengundang reaksi miring dari kalangan dewan,” ujar Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Edi Rachmat, Rabu (15/3).
Penutupan toko swalayan itu, kata Edi, sudah menjadi tugas satpol PP sebagai penegak perda (Peraturan daerah). Begitu ada bantib harus dilaksanakan. Bukan karena desakan dewan atau aksi demo beberapa waktu lalu. “Tugas DPRD hanya sebagai pengawas. Ketika bantib tidak dilaksanakan maka, DPRD berhak mengingatkan Satpol PP,” terangnya. Edi juga berharap, penutupan toko swalayan tidak berijin dilakukan secara profesional. Artinya, pengawasan harus tetap dilaksanakan. Sehingga mereka (pemilik toko swalayan) tidak beroperasi lagi, sebelum melengkapi persyaratan perizinan.
Kepala Seksie Pembinaan dan Penyelidikan Satpol PP Kota Surabaya Iskandar Zakaria mengatakan, dua toko swalayan yang sudah tutup ini berarti pemiliknya berlaku kooperatif. “Untuk dua titik ini (Jalan Prof. Dr. Moestopo) sudah ditutup sendiri oleh pemiliknya. Tapi kami tetap menyegel dengan menempelkan stiker pelanggaran,”katanya.
Hanya saja, dia menyayangkan sikap pemilik toko swalayan ketika Satpol PP memanggilnya beberapa waktu lalu. Saat itu, pemilik toko swalayan sama sekali tidak merespon. Selain menempel stiker pelanggaran, Satpol PP juga membuat BAP bahwa dua toko di kawasan Jalan Prof. Dr. Moestopo sudah tutup dengan sendirinya.
Tidak Serius
Ditempat terpisah, Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI ) Abdul Malik menilai, selama ini Satpol PP dalam menegakan perda terkesan ‘main-main’ dan tidak serius dalam melakukan penyegelan toko swalayan yang tidak berijin. “Sekarang kalau Satpol PP itu tegas, pemasangan stiker segel itu harus di pintu bukan disampingnya, kadang ditempelkan di kacanya. Ya jelaslah bisa oprasi lagi orang stikernya tidak ditempelkan di pintunya. Kalau ditempelkan di pintunya kan tidak bisa buka,” ujarnya.
Seharusnya, lanjut Abdul Malik, Satpol PP itu harus banyak belajar kepihak kepolisian cara menyegel yang benar. “Lihat kalau polisi menyegel (memberi Polisi Line ) tidak ada yang boleh membuka dan tidak boleh ada aktivitas di TKP, kalau Satpol PP kan tidak, penyegelanya aja dipinggir pintu ya pintunya dibuka kan tidak merusak segel, apalagi hanya ditempelkan di kaca,” pungkasnya.xco