Surabaya, areknews – Insiden pengusiran sejumlah wartawan yang sedang melakukan liputan rapat dengar pendapat di Komisi D DPRD Surabaya, karena wakil dari Bappeko Kota Surabaya merasa keberatan, mendapat klarifikasi langsung dari Ketua Komisi D Agustin Poliana, Selasa (24/10). Ketua Komisi D DPRD Surabaya ini mengaku, yang keberatan sebenarnya ada dipihak satuan 3 yang sepertinya tidak ingin laporannya dipublikasikan.
“Tidak ada pengusiran itu mas, kami memang akan menggelar rapat dengan satuan 3 yakni Bappeko, Bina Program dan bagian keuangan serta BKD terkait BPJS, hanya saja wakil dari Bina Program merasa keberatan terhadap keberadaan teman-teman wartawan, kalau kami sih malah terimakasih kinerja kami di ekspos,” ujarnya.
Perwakilan satuan 3 sepertinya tidak terbiasa dengan keberadaan para jurnalis saat melakukan rapat dengan anggota dewan, sehingga ada kesan keberatan. “Kemungkinan teman-teman itu tidak terbiasa dan tidak ingin terekspos laporannya, makanya kaget dengan keberadaan teman-teman wartawan, tapi alasan lainnya kami tidak tau,” tambahnya.
Setelah rapat dengar pendapat berlangsung, Agustin memperkirakan jika keberatan satuan 3 Pemkot Surabaya karena adanya selisih data soal pemegang kartu BPJS Ketenagakerjaan. Yakni antara data di BPJS dengan data yang saat ini dipunyai Bina Porgram.
Data Tidak Singkron
“Ternyata keberadaaan tenaga kontrak itu pembayaran BPJS kesehatan dan tenaga kerja itu ternyata tidak di BKD, tapi di Bina Program, jumlah 17.432 jiwa yang sudah terbayarkan, tetapi yang tercatat di Bina Program tidak sama ( 14 ribu lebih), makanya kami ingin dilakukan cross check ulang,” terangnya.
Namun demikian politisi perempuan PDIP ini mengaku bersukur telah mendapatkan data yang up to date terkait data pemegang kartu BPJS ketenagakerjaan. “Paling tidak sekarang kami sudah tau berapa jumlah tenaga kontrak yang sebenarnya, dari data BPJS itu, karena dampaknya sangat baik, termasuk jaminan sosial kecelakaan dan kematian,” imbuhnya.
Ditanya soal rapat dengar pendapat kedepan yang dikaitkan dengan insiden “pengusiran” wartawan, Agustin meyakini jika hal tersebut tidak akan terulang lagi sekaligus menyampaikan permohonan maafnya. “Insyaallah tidak akan terjadi lagi, kecuali memang rapat itu bersifat tertutup, oleh karenanya secara pribadi, sebagai ketua Komisi D dan mewakili anggota semua, saya memohon maaf kalau kejadian tadi menyinggung teman-teman wartawan,” terangnya.
Oleh karenanya, lanjut Agustin, Saya juga mengimbau kepada teman-teman satuan 3 untuk tidak lagi merasa takut apalagi alergi terhadap keberadaan wartawan pada saat rapat dengar pendapat di Komisi D, karena dengan demikian justru mendukung program transparansi publik.
Disaat yang sama, H Junaedi wakil ketua Komisi D DPRD Surabaya asal Fraksi Demokrat meminta kepada Pemkot Surabaya untuk segera membentuk tim sinkronisasi data BPJS Ketenagakerjaan. “Agar Pemkot melakukan membentuk tim sinkronisasi terkait data dan jumlah BPJS ketenagakerjaan, termasuk soal kartu BPJS Ketenagakerjaan dan yang sudah didaftarkan tetapi menerima kartunya,” pungkasnya.
Berdasar data yang ada, Pemerintah kota Surabaya membayarkan BPJS tenaga kerja sebesar 17 ribu rupiah per orang kepada 18 ribu tenaga kerja outsourching di lingkungan Pemkot. Jika di kalkulasikan, Pemkot harus mengeluarkan sekitar 3,6 Miliar Rupiah yang diambilkan dari dana APBD. Dalam rapat tersebut sempat terjadi insiden pengusiran sejumlah wartawan diantaranya wartawan RRI Surabaya, Surabayakita.com dan Surat Kabar Memoradum.xco