Surabaya, areknews – DPRD Surabaya merespon baik sikap Pemkot Surabaya yang cepat menindaklanjuti Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dan Peraturan Gubernur (Pergub) dengan penerbitan Peraturan Wali Kota (Perwali) tentang pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Surabaya.
Sekadar diketahui, PSBB di Surabaya sama dengan dua daerah di sampingnya yakni Gresik dan Sidoarjo yang akan diberlakukan mulai 28 April 2020. Sehingga, praktis hanya butuh waktu tiga hari untuk melakukan sosialisasi mengenai PSBB kepada masyarakat.
Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono mengatakan, Pemkot Surabaya harus sosialisasi dengan cepat dan intensif, serta massif, mengenai rencana pemberlakuan PSBB.
”Masyarakat perlu mendapat penjelasan, apa itu PSBB berdasar Perwali 16 tahun 2020? Mulai kapan berlangsung penerapan PSBB, sampai kapan? Apa saja hak dan kewajiban masyarakat? Bagaimana kebijakan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dasar?,” kata Adi sapaan akrab Ketua DPRD Surabaya tersebut.
Adi juga mengatakan, dalam sosialisasi juga perlu ditekankan 3 kata kunci di masa pendemi Covid-19. Ketiga kata kunci tersebut masing-masing tetap di rumah (stay at home), pakai masker, dan jaga jarak (social distancing dan physical distancing). ”Itu adalah hal praktis yang bisa dilakukan individu-individu dan keluarga,” kata dia.
Ketua DPC PDIP Surabaya tersebut menegaskan, selain gencar melakukan sosialisasi, juga perlu dijelaskan sanksi-sanksi bagi masyarakat pelanggar PSBB. Mulai sanksi teguran lisan, teguran tertulis, tindakan pemerintah untuk menghentikan pelanggaran, sampai pencabutan ijin. Law enforcement atau penindakan hukum adalah salah satu pembeda, antara situasi sebelum dan setelah diterapkan PSBB.
”Sosialisasi itu setidaknya mencakup hal-hal dasar, serta praktis, yang orang awam pun bisa mencerna. Bisa disampaikan dengan bahasa yang mudah yang dikenal masyarakat, misal bahasa Indonesia, bahasa Suroboyo, atau bahkan Bahasa Madura,” katanya.
Sosialisasi yang dilakukan Pemkot dengan guna memberi pecerahan kepada masyarakat bisa dengan berbagai cara yang kreatif, misalkan dengan menyebar potongan-potongan poster dan video, yang dishare melalui berbagai saluran media sosial dan grup-grup WA (WhatsApp), atau dirilis melalui media cetak dan elektronik.
”Sosialisasi saya sebut berlangsung massif, karena melibatkan seluruh jaringan pemerintahan, jaringan sosial dan jaringan ekonomi, hingga ke level RT/RW, hingga komunitas-komunitas hingga pribadi-pribadi warga di setiap rumah,” ujarnya.
Selanjutnya, lanjut Adi, sosialisasi tidak berhenti pada tiga hari menjelang pelaksanaan PSBB, namun katanya, sosialisasi harus tersebut dilakukan selama penerapan PSBB. Hal ini terutama menyangkut ketersediaan fasilitas komunikasi yang tersedia dan fasilitas kesehatan, yang mudah dijangkau masyarakat selama diberlakukan PSBB. Ini penting. Karena untuk mengantisipasi jika selama pemberlakuan PSBB terdapat kasus-kasus atau persoalan di masyarakat.
”Prinsipnya, sosialisasi adalah pemenuhan hak informasi, sesuatu yang sangat mendasar bagi masyarakat. Masyarakat berhak tahu dan tersadar, kebijakan apa yang sedang ditempuh Pemerintah Kota Surabaya dengan tujuan menghentikan penyebaran virus Corona (Covid-19),” katanya.
Menurutnya, semua pihak harus menyadari bahwa Peraturan Wali Kota Surabaya (Perwali) Nomor 16 tahun 2020 tentang PSBB bukanlah produk hukum yang biasa. Yang berbeda dari Perwali-Perwali lain. Karena dibuat dibuat dalam waktu cepat, dan harus lekas-lekas diterapkan. Mengingat aspek kedaruratan yang sangat menonjol. Meski telah diundangkan Pemkot, tidak otomatis seluruh masyarakat luas tahu, mengerti dan memahami produk hukum itu.
”Keberhasilan PSBB ini selain karena kerja keras pemerintah, segenap tenaga medis dan aparatur keamanan. Juga keberhasilan PSBB harus ditopang partisipasi publik, dalam bentuk ketaatan warga masyarakat. Tanpa partisipasi publik, tanpa ketaatan warga masyarakat, mustahil PSBB berhasil menghentikan pendemi Covid-19,” ujar Adi.xco