, ,

Porang Dongkrak Ekonomi Dibutuhkan Dunia Industri

Surabaya, areknews – Porang jenis tanaman umbi-umbian ini tengah populer dibicarakan masyarakat. Tanaman liar yang sekarang menjadi viral itu rupanya menyimpan potensi ekonomis yang cukup besar.

Ekspor porang pada tahun 2019 – 2020 mencapai 20,5 Juta Kg Chips atau setara dengan 136 Juta Kg Porang Basah. Jika dirata-ratakan kembali produktivitas lahan porang adalah sebesar 70ton/Ha.

Dengan potensi porang yang cukup besar di pasar global ini, diharapkan mampu mendongkrak pasar dalam negeri dengan menyerap produk hasil pengolahan porang ditengah tantangan branding produk yang sudah masuk ke kelas menengah atas.

Memiliki Peluang Pasar Cukup Besar

Harmanta Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur. Ist
Harmanta Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur. Ist

Harmanta Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur memaparkan, potensi porang memang sangat besar melihat kebutuhan dan manfaatnya pada beberapa industri.

“Umbi porang banyak mengandung glucomannan berbentuk tepung. Glucomannan merupakan serat alami yang larut dalam air biasa digunakan sebagai aditif makanan sebagai emulsifier dan pengental, bahkan dapat digunakan sebagai bahan baku tepung, kosmetik, penjernih air, bahan pembuatan lem ramah lingkungan dan pembuatan komponen pesawat terbang,” katanya.

Selain itu, lanjut Harmanta, pengembangan porang dari hulu sampai hilir juga memiliki peluang pasar yang besar. Pengolahan porang dari mulai umbi, chip porang sampai dengan produk akhir memiliki added value yang besar, sehingga memiliki potensi nilai ekonomis yang besar dan mampu masuk ke pasar global.

Sementara itu, Didik Kuswandani, Kepala Desa Klangon menuturkan, sejak jaman dahulu mata pencaharian utama masyarakat desa Klangon adalah berkebun di lahan Perhutani dan masuk dalam impres desa tertinggal.

“Salah satu tanaman yang menjadi komoditas tanam pada lahan hutan tersebut adalah berbagai macam tanaman rempah-rempah sampai dengan tanaman Porang. Dari berbagai macam tanaman tersebut pada tahun 1985 dibentuk kerjasama antara Desa Klangon dengan Perhutani untuk pengembangan tanaman Porang, dimana pada saat itu harga porang masih rendah yakni sebesar Rp 100,-/kg,” ujarnya.

Melalui Kerjasama tersebut, kata Didik, maka dibentuklah demplot percontohan budidaya tanaman porang. Berawal dari hal tersebut masyarakat Klangor mulai menanam porang pada lahan-lahan yang dapat dimanfaatkan, sehingga hampir 100% warga Klangon saat ini telah menanam dan membudidayakan porang.

“Ke depan, untuk dapat menambah nilai tambah budidaya tanaman Porang diharapkan mengkolaborasikan tanaman porang dengan tanaman lainnya dengan sistem irigasi melalui mata air pegunungan. Melalui Pemerintah Daerah juga harapkan budidaya tanaman porang juga dapat diadopsi dan dikembangkan di wilayah lainnya,” ungkapnya.xco