, ,

Si ‘Hitam’ dari Wonosalam Jombang Tembus Pasar Internasional

Jombang, areknews – Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur adalah salah satu lumbung penghasil kopi terbesar di Indonesia. Hamparan tanaman kopi yang terbentang di kaki Gunung Anjasmoro ini, berbatasan dengan tiga kabupaten sekaligus yakni, Kabupaten Kediri, Malang, dan Mojokerto.

Asosiasi Kopi Wonosalam Kabupaten Jombang, Jawa Timur, terus memperluas pasar penjualannya (ekspansi) ke Kota Kediri, yang terbukti dari hasil penjualan cukup bagus

“Kami membawa kopi hingga 1,5 kuintal dan 1 kuintal sudah langsung habis. Ini yang sisanya kopi bubuk sudah banyak yang dibeli,” ujar Bagian Dana dan Usaha Asosiasi Kopi Wonosalam Jombang Muh Edi Kuncoro.

Ada banyak pilihan jenis kopi dari daerah ini, yakni robusta, arabika, dan excelsa. Dari kopi-kopi tersebut, yang mendapat perhatian adalah jenis robusa dan excelsa.

Menurut dia, kopi jenis excelsa memang banyak tumbuh di Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang. Tanaman ini termasuk purba yang merupakan peninggalan zaman Belanda dan merupakan salah satu ciri khas kopi asal daerah ini. Jenis kopi ini mempunyai rasa agak asam, sehingga lebih unik.

“Yang jenis robusta juga banyak disukai. Rasa kopi robusta antara di Dampit (Kabupaten Malang) dengan Wonosalam juga beda. Jenis tanaman sama, rasa bisa berbeda,” tambah pria yang juga pendiri Kelompok Tani Kopi Wojo (Wonosalam – Jombang) Kabupaten Jombang ini.

Permintaan Baru Terpenuhi 20 Ton

Kopi Wonosalam Kabupaten Jombang, Jawa Timur,
Kopi Wonosalam Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Ist

Menurutnya, permintaan kopi dari Wonosalam, Kabupaten Jombang ini sebenarnya cukup tinggi. Namun, belum semua bisa terpenuhi dengan baik. Saat ini, dari asosiasi baru bisa mengirimkan hingga sekitar 20 ton per tahun dengan berbagai jenis kopi, padahal permintaan lebih dari jumlah itu.

Pihaknya menilai belum semua petani di Kecamatan Wonosalam ini menggunakan pola tanam yang lebih modern. Selama ini cara yang digunakan masih konvensional, sehingga asosiasi mencoba untuk mengubah pola pikir para petani kopi di daerah ini agar tanaman yang dikelolanya bisa tumbuh lebih baik dan harga jual juga lebih bagus.

Ia menyebut di asosiasi harga jual untuk kopi juga beragam. Setiap jenis kopi baik arabika, robusta, hingga excelsa harganya bervariatif. Misalnya untuk arabika dengan kualitas yang terbagus harganya hingga Rp90 ribu per kilogram, excelsa hingga Rp85 ribu per kilogram bahkan ada yang hingga lebih dari itu.

Edi mengatakan selama ini pasar penjualan untuk kopi juga masih lokal. Namun, dirinya berharap agar produk kopi ini bisa dikirim ke berbagai daerah di Indonesia bahkan hingga ekspor.

Sebagai kawasan penghasil kopi yang telah turun temurun sejak jaman Belanda, petani kopi Wonosalam terus berjuang menembus pasar nasional dan dunia. Selain Arabica dan Robusta, saat ini petani Wonosalam tengah mengembangkan Excelsa menjadi produk khas Wonosalam.

Sebab tanaman ini tak banyak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Produksi kopi Excelsa Wonosalam juga terbesar di Indonesia.

Terpisah, Abdul Hakim Bafagih, pendamping Asosiasi Kopi Wonosalam mengatakan upaya memperkenalan produk Excelsa ke pasaran terus dilakukan. Salah satunya dengan membawa ke pentas pameran kopi nasional agar bisa dikenal seperti Arabica dan Robusta. “Kami berusaha membentuk pasar dulu,” katanya.

Hakim optimistis produk Excelsa Wonosalam akan bisa sejajar dengan Robusta dan Arabica, dan menjadi menu favorit coffeeshop tanah air. Apalagi edukasi kopi secara sehat terus dilakukan dengan mengurangi meminum kopi sachet

Untuk mendukung pengembangan kopi lokal Wonosalam, Bank Indonesia (BI) memberikan berbagai fasilitas. Mulai dari bibit kopi, alat untuk proses produksi hingga pendampingan dari hulu ke hilir.

Deputi Kepala Perwakilan BI Jatim, Harmanta mengatakan, kualitas lokal Wonosalam sangat bisa ditingkatkan agar memiliki standar ekspor. “Kualitas kopinya sudah bagus, kita tinggal mendukung peningkatannya agar layak ekspor,” ujarnya.

Untuk bibit, BI Jatim memberikan 14.500 bibit kopi Arabika, 2.500 jenis Liberika dan 3.500 entres Robusta kepada petani binaan di wilayah tersebut.

Jenis kopi yang saat ini banyak dikembangkan di Wonosalam yaitu excelsa atau liberica. Liberica yang di tempat lain kurang bisa berkembang, di Wonolosalam justru bisa dijadikan andalan. Varietas ini memiliki cita rasa yang berbeda dari arabica atau robusta.

Kopi Diminati Pasar Singapura

Kelompok Petani Kopi Wojo, Unit Pengolahan Hasil (UPH) Kopi Desa Carangwulung Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang. Ist
Kelompok Petani Kopi Wojo, Unit Pengolahan Hasil (UPH) Kopi Desa Carangwulung Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang. Ist

Ketua Kelompok Petani Kopi Wojo, Unit Pengolahan Hasil (UPH) Kopi Desa Carangwulung Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Yayak mengatakan biji kopi produksi para petani di kelompok tersebut diminati pasar Singapura. Sementara untuk pasar lokal sudah menjangkau Surabaya, Malang, Kediri, Sumatra, Bali dan Kalimantan.

Meskipun permintaan sudah tinggi, namun sayangnya hingga kini belum mampu dipenuhi karena hasil panen belum maksimal.

Kelompok Petani Kopi Wojo merupakan salah satu klaster binaan BI di Jombang. Saat ini beranggotakan 25 petani yang memiliki lahan 30 ha. Jika dulunya mereka hanya mampu memproduksi biji kopi 1-2 ton per tahun, kini mencapai kisaran 15 ton per tahun.

“Kami akan berusaha terus meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan pasar. Kalau bisa, juga memperluas pasar ke negara-negara selain Singapura,” ujarnya.

Yayak memaparkan, para petani di kelompoknya memproduksi biji kopi grade 1. Saat dipetik, semua buah kopi berwarna merah segar dan harus diproses langsung untuk memperoleh cita rasa kopi yang bagus. Untuk menghasilkan biji kopi grade 1, harus menerapkan rangkaian proses secara benar.

Sebelum ada pendampingan, petani melakukan pemetikan dan proses pasca panen secara asal-asalan sehingga tidak bisa menghasilkan biji kopi grade 1 yang tentunya juga berpengaruh pada harga.

Bisnis yang Tidak Terpengaruh Pandemi Covid-19

Difi Ahmad Johansyah, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur. Ist
Difi Ahmad Johansyah, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur. Ist

Sementara itu, Kepala Perwakilan BI Jatim, Difi Ahmad Johansyah juga menyatakan bahwa sektor kopi adalah salah satu bisnis yang tidak terlalu terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Bahkan dalam festival beberapa waktu lalu, semua produk kopi habis terjual.

Tapi masalahnya, kata dia, menciptakan produk kopi dengan kualitas konsisten di negara ini masih terkendala faktor musim. “Kopi yang sudah baik ini tinggal butuh sentuhan agar bagaimana caranya untuk meningkatkan produksi dan kualitasnya, karena sudah ada demandnya,” ujarnya.

Pihaknya berharap para produsen kopi bisa memanfaatkan teknologi digital agar bisa lebih memaksimalkan pemasarannya. Dengan demikian petani dan produsen kopi di Wonosalam akan bisa naik kelas

Perkebunan kopi Wonosalam yang terhampar di kaki Gunung Anjasmoro itu terlihat berjajar di antara tanaman pendukung lainnya. Berada di lereng gunung berketinggian rata-rata 600-1.000 mdpl dan berbatasan dengan Kabupaten Kediri, Malang, dan Mojokerto, tanaman kopi Wonosalam kian bertahta dengan khasnya.

Komoditas perkebunan yang kini menjadi garapan Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Jawa Timur di Surabaya ini semakin menunjukkan geliat daya saingnya. Terbukti, pendampingan yang dilakukan BI Jatim tersebut menghasilkan metode pengelolaan sistematis yang terpola dari hulu hingga ke hilir.

Pihaknya optimistis, kopi asal Wonosalam sangat mungkin untuk ditingkatkan standar kualitas ekspornya. Alasannya, cita rasa dan kekhasan kopi Wonosalam menjadi modal utama untuk disejajarkan daya saingnya dengan kopi dari daerah lain di Indonesia.

“Kami dari Bank Indonesia tinggal memberikan dorongan agar kualitas kopi Wonosalam yang sudah bagus ini layak ekspor,” tutup Difi Ahmad Johansyah.xco