Surabaya, areknews – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menurunkan pajak rumah hiburan sesuai dengan Perda 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah besarnya 50 persen menjadi 20 persen. Usulan ini nampaknya mendapat penolakan dari legislatif karena dianggap tidak wajar.
Anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, Achmad Zakaria, mengatakan pihaknya kurang setuju terhadap kebijakan menurunkan pajak hiburan karena dibayar oleh pengusaha. Sementara, jika PBB dibayar orang perorangan yang punya bangunan dan tanah termasuk masyarakat menengah kebawah.
“Tapi kalau pajak hiburan yang mau diturunkan oleh Pemkot itu kan yang bayar pengusaha. Sementara PBB dari tahun ke tahun tidak pernah ada dispensasi penurunan, malah cenderung naik terus, ”ujarnya, Selasa (7/2).
Ia menjelaskan, kenaikan pajak hiburan memang sudah sewajarnya karena selama ini tidak terlalu signifikan bagi pendapatan daerah. Menurut politisi PKS ini nilainya kecil dibanding pendapatan dari hasil PBB. Karena kontribusinya kecil bagi Pendapatan Asli Daerah atau (PAD) Pemkot Surabaya, maka seharusnya pajak hiburan memang naik.
Dari data hasil pendapatan pajak hiburan di Surabaya pada tahun 2015 mencapai 53,6 Milyar, sementara hasil dari PBB mencapai 834,28 Milyar. “Disparitasnya sangat jauh antara pendapatan pajak hiburan dan PBB, nah kenapa pajak hiburan yang malah diturunkan, bukan PBB. Jadi saya tidak setuju jika pajak yang memberatkan rakyat kecil malah dinaikkan,” Ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Pansus Raperda Pajak Daerah, Herlina Harsono Njoto juga mempertanyakan kajian penurunan Pajak Hiburan kepada Pemkot Surabaya. Menurutnya, keputusan itu harus ada multyplayer effect agar ada gunanya.
Ia menganalogikan, jika pajak hiburan pada tahun 2016 nilainya 100 milyar, maka untuk mencapai pendapatan sebesar itu harus ada kebijakan lain yang mendukung.
“Namun jika pajak turun, sedangkan tarif tetap akan menguntungkan pengusaha. Harus ada multiplayer effeck agar tidak dianggap begitu. Kita saat ini kita sedang membahas di Pansus,” papar Politisi Partai Demokrat ini.xco